BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perkembangan industri yang pesat di
Indonesia saat ini, baik di sektor formal maupun informal, akan menimbulkan
lapangan kerja baru dan menyerap tambahan angkatan kerja baru. Beberapa kota
sedang dan besar di Indonesia saat ini sedang giat-giatnya meningkatkan sarana
dan prasarana yang menunjang aktifitas dan fasilitas masyarakat yang semakin
berkembang, tak terkecuali Kota Palembang, yang sekarang sedang menjalankan
PROGRAM PALEMBANG EMAS 2018. Program ini
dilaksanakan untuk meningkatkan potensi dan peluang investasi kota Palembang
dibidang sektor industri, sektor pertanian, sektor perdagangan dan jasa, sektor
pariwisata, dan sektor infrastruktur perkotaan. Empat proyek besar nasional
untuk menunjang kemajuan kota akan mulai dikerjakan tahun 2016 antara lain
pembangunan jembatan Musi IV, pembangunan rumah pompa bendung untuk mengatasi
banjir di Kota Palembang, pembangunan jembatan Musi VI, dan pembangunan Light
Rail Transit (LRT). Proyek-proyek di atas
tentunya harus menggunakan pondasi yang kuat untuk mendukung kokohnya
konstruksi bangunan.
Semakin besar proyek konstruksi, tentunya akan
menimbulkan permasalahan yang semakin kompleks pula, termasuk di dalamnya
permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pengelolaan proyek yang
baik, akan memperhatikan masalah K3 ini, sehingga akan meminimalisir setiap
potensi timbulnya kecelakaan kerja yang melibatkan tenaga kerja. Keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja proyek konstruksi menjadi prioritas yang harus
selalu diperhatikan.
Ancaman bahaya fisik terhadap pekerja
tergolong besar dalam setiap proyek konstruksi. Jenis-jenis bahaya yang terjadi
sangat bervariasi sejak dari kebisingan, radiasi, perubahan temperature secara
ekstrim, getaran dan tekanan udara luar (barometric pressure). Pekerjaan
konstruksi seringkali harus berlangsung di udara terbuka dengan angin kencang,
hujan disertai petir atau berkabut di malam hari. Kemajuan mekanisasi
macam-macam peralatan ternyata juga diiringi peningkatan intensitas dan
frekuensi kebisingan serta bahaya yang lebih vital. Semua adalah situasi yang
mengancam keamanan dan kenyamanan dalam bekerja bagi pekerja konstruksi. Diluar
itu terdapat peralatan kerja, baik alat kerja tangan atau alat yang tergolong
berat disertai bermacam-macam bahan bangunan yang juga menjadi sumber bagi
ancaman keselamatan dan kesehatan kerja. Itulah sebabnya pekerja konstruksi
tergolong bahaya, sulit, dan kotor, sehingga ada yang menganggap pekerjaann ini
sebagai pekerjaan yang rendah. Selain itu, terjadinya kecelakaan yang
menyebabkan pekerja yang juga pencari nafkah bagi keluarganya menderita cacat
sementara atau cacat tetap sehingga tidak mampu bekerja, mengidap penyakit yang
sulit ditemukan dan bahkan meninggal dunia, yang pada akhirnya juga menyebabkan
kerugian finansial yang tidak sedikit. Belum terhitung jika terjadi kerusakan
pada pekerjaan yang sudah ditangani, kerusakan peralatan dan bahan, keharusan
mencari tenaga pengganti yang setaraf, serta jam-jam kerja yang hilang
sementara biaya operasi bagi Kontraktor berjalan terus. Baik yang bisa ditutup
oleh Social Security ataupun asuransi
komersil kerugian secara finansial itu akhirnya tidak sedikit jumlahnya.
Pondasi tiang pancang (Pile Foundation) adalah bagian dari
struktur yang digunakan untuk menerima dan menstransfer (menyalurkan) beban
dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman tertentu.
Tiang pancang bentuknya tinggi dan langsing yang menyalurkan beban ke tanah
yang lebih dalam. Pondasi merupakan bagian penting dari sebuah bangunan. Pondasi yang kuat akan membuat bangunan
menjadi lebih kokoh berdiri, tahan lama dan tahan berbagai masalah. Dari hasil survey (Seria, 2016)
pemasangan tiang pancang baja di Palembang menggunakan metode Hammer Pile
karena kondisi tanah yang memiliki texture yang kasar/kesap. Metode Hammer Pile
menghasilkan getaran keras dan tidak ramah terhadap lingkungan sekitarnya.
Pekerjaan pondasi sendiri sebenarnya membutuhkan perhatian khusus karena
walaupun terlihat mudah tetapi sebenarnya cukup rumit dan rawan terjadi
kecelakaan kerja. Sumber kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh dua hal yaitu
tindakan yang tidak aman dan kondisi fisik atau lokasi proyek yang tidak aman.
Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari pimpinan untuk penerapan keselamatan
dan kesehatan kerja ini. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
mutlak harus dilaksanakan untuk keamanan pekerja di lapangan. Namun pelaksanaan
peraturan keselamatan dan kesehatan kerja ini, khususnya di pekerjaan pondasi
kurang mendapat perhatian dan seringkali diabaikan oleh para pekerjanya
sendiri, sehingga hal ini mengakibatkan banyak terjadi kecelakaan kerja pada
proyek konstruksi. Seperti pada Gambar 1 terlihat bahwa pekerja tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur. Dua orang pekerja
hanya menggunakan sepatu safety dan tidak menggunakan helm, masker, sarung
tangan, serta pakaian kerja untuk melindungi dirinya. Selain itu operator alat
juga tidak menggunakan APD berupa pelindung kepala. Hasil survey (Seria, 2016) ternyata
Peraturan tentang K3 yang telah ditetapkan di perusahaan belum tentu sepenuhnya
dipatuhi oleh para pekerjanya. Kepatuhan terhadap K3 juga tergantung dari diri pekerjanya
sendiri. Seorang pekerja yang merasa bahwa dirinya harus selalu aman pada saat
bekerja, maka dia akan mematuhi peraturan tersebut dan demikian pula
sebaliknya. Kecuali jika perusahaan tidak pernah menyediakan rambu-rambu K3
yang menyebabkan kesadaran yang rendah dari para pekerjanya untuk mentaati
peraturan-peraturan pada saat bekerja.
Gambar 1. Pekerja yang tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur (sumber : pembangunan pondasi
tiang pancang jembatan di Palembang
, 2016)
Pada Gambar 2 terlihat bahwa pekerja
sedang merakit cincin pada tulangan untuk pondasi tiang pancang, pekerja-pekerja ini sangat
ceroboh dalam bekerja. Pengetahuan pekerja tentang kesehatan dan keselamatan
kerja masih sangat minim sekali. Terlihat bahwa para pekerja ini tidak memakai
Alat Pelindung Diri (APD) sama sekali. Tidak memakai pakaian kerja, pelindung
kaki, pelindung kepala, dan pelindung tangan pada saat bekerja. Padahal
sisa-sisa plat baja pada saat pelaksanaan penulangan dapat menimbulkan bahaya
bagi pekerja. Pelaksanaan penulangan jika tidak dilakukan oleh tenaga yang
berpengalaman dan ahli didalam bidangnya maka akan menimbulkan bahaya seperti :
tertimpa besi tulangan, terkena kawat tulangan, jika bekerja pada ketinggian
tertentu akan mengakibatkan tertimpa benda jatuh bekisting/besi tulangan,
bahaya akibat pembengkokan tulangan. Pembengkokan tulangan dengan menggunakan
alat pembengkok tulangan harus dilakukan dengan hati-hati, menggunakan alat yan
sesuai dan ada jarak yang cukup antar pekerja. Oleh karena itu pekerja harus
dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu helm, sarung tangan, sepatu
safety dan pakaian kerja.
Gambar 2. Pekerja yang sedang
merangkai tulangan pondasi tiang pancang yang tidak menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) sesuai dengan prosedur(sumber
: pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).
Pada Gambar 3 dan Gambar 4 terlihat
bahwa pekerja sedang memasang tulangan kedalam tiang pancang. Para pekerja ini
justru tidak memakai alas kaki sama sekali. Hal ini sangat membahayakan bagi
pekerja apabila terdapat benda-benda kecil yang tidak terlihat oleh para
pekerja, dan akan mengakibatkan kecelakaan dalam bekerja. Adapun
ketentuan-ketentuan dalam pemasangan tulangan yaitu besi tulangan yang meronjok
keluar dari lantai harus diberi pelindung, bila melakukan penyambugan besi
tulangan maka ujung yang meronjok keluar tidak boleh menimbulkan bahaya, besi
tulangan tidak boleh disimpan pada perancah atau papan acuan yang dapat
membahayakan kestabilannya.
Gambar 3. Pekerja yang tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur(sumber : pembangunan pondasi
tiang pancang jembatan di Palembang
, 2016).
Gambar 4. Pekerja yang tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) ditempat rawan (sumber : pembangunan
pondasi tiang pancang jembatan di
Palembang , 2016).
Dari
keempat Gambar di atas pekerja
cenderung untuk berperilaku dengan mengabaikan keselamatan walaupun itu sangat
berguna untuk kepentingannya sendiri. Pekerja seringkali tidak mengikuti
langkah-langkah yang sudah ditetapkan dalam Standard Operating Procedure (SOP)
dan hanya bekerja berdasarkan pengalaman saja. Salah satu metode yang digunakan
untuk mengidentifikasi potensi bahaya adalah dengan menggunakan JSA (Job
Safety Analysis) yang dalam pelaksanaannya lebih ditekankan pada
identifikasi bahaya pada setiap langkah-langkah pekerjaan beserta
pengendaliannya. Hasil survey (Anazthasya, 2016) ternyata belum semua sistem manajemen K3 yang direncanakan oleh
perusahaan-perusahaan kontraktor pemancangan diaplikasikan dengan baik di
lapangan. Padahal Perusahaan sudah menyediakan rambu-rambu K3 untuk
meningkatkan kesadaran bagi para pekerjanya untuk mentaati peraturan-peraturan.
Pekerjaan pondasi sendiri sebenarnya membutuhkan perhatian khusus karena
walaupun terlihat mudah tetapi sebenarnya cukup rumit dan rawan terjadi
kecelakaan kerja. Sumber kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh dua hal yaitu
tindakan yang tidak aman dan kondisi fisik atau lokasi proyek yang tidak aman.
Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari pimpinan untuk penerapan keselamatan
dan kesehatan kerja ini. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
mutlak harus dilaksanakan untuk keamanan pekerja di lapangan. Namun pelaksanaan
peraturan keselamatan dan kesehatan kerja ini, khususnya di pekerjaan pondasi
kurang mendapat perhatian dan seringkali diabaikan oleh para pekerjanya
sendiri, sehingga hal ini mengakibatkan banyak terjadi kecelakaan kerja pada
proyek konstruksi. Berdasarkan permasalahan di atas penulis bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai K3 dalam proses pemancangan tiang pancang.
1.2 Perumusan
Masalah
Dengan ditulisnya artikel ini akan
memperkecil risiko terjadinya kecelakaan dan meningkatkan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja dalam pekerjaan tiang pancang.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui masalah Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dalam pekerjaan tiang pancang.
1.4 Manfaat
Memberikan informasi dan pengetahuan
tentang pentingnya K3 dalam Sektor formal terutama dalam pekerjaan pemancangan
tiang pancang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
2.1.1. Pengertian
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris
yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan
terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris
celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu
pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan
berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan
(Syaaf, 2007).
Menurut Bennett N.B. Silalahi dan
Rumondang (1991:22 dan 139) menyatakan keselamatan merupakan suatu usaha untuk
mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan
kecelakaan sedangkan kesehatan kerja yaitu terhindarnya dari penyakit yang
mungkin akan timbul setelah memulai pekerjaannya.
Sedangkan
pendapat Leon C Meggison yang dikutip oleh Prabu Mangkunegara (2000:161) bahwa
istilah keselamatan mencakup kedua istilah yaitu resiko keselamatan dan resiko
kesehatan. Dalam kepegawaian, kedua istilah tersebut dibedakan, yaitu
Keselamatan kerja menunjukan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan,
kerusakan atau kerugian ditempat kerja. Resiko keselamatan merupakan
aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan
aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat
tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu sering dihubungkan dengan
perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja
yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan. Dari definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa keselamatan adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya
kecelakaan sehingga manusia dapat merasakan kondisi yang aman atau selamat dari
penderitaan, kerusakan atau kerugian terutama untuk para pekerja konstruksi.
Agar kondisi ini tercapai di tempat kerja maka diperlukan adanya keselamatan
kerja. Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan
karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja (Purnama, 2010).
Menurut Undang- Undang No 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan dan Undang –Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, sosial
dan mental yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain :
1.
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau
tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ
tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2.
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional,
dan spiritual.
- Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
- Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
- Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataanain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
3.
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungandengan orang lain
atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling
toleran dan menghargai.
4. Kesehatan
dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti
mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap
hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum
dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya
batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku
adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan
kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia
lanjut.
2.1.2. K3 dalam
Pekerjaan Pondasi
Setelah tanah bersih dan rata,
dilanjutkan kemudian dengan pemancangan tiang pondasi yang biasa disebut dengan
tiang pancang. Sebelum pemancangan ini perlu dilakukan terlebih dahulu
titik-titik pondasi tersebut. Setelah titik-titik pondasi ditentukan, barulah
proses pemancangan dilakukan. Proses pemancangan ini harus sangat diperhatikan,
karena saat proses pemancangan, dapat terjadi berbagai kesalahan. Operator
mesin pancang diharapkan terus mengontrol posisi tiang pancang. Dalamnya
pondasi tiang pancang yang tertanam di dalam tanah tergantung dari jenis dan
kondisi tanah tersebut, karena pondasi tiang pancang harus berdiri di atas
tanah yang keras.
Persyaratan
umum mesin pancang antara lain :
1.
Mesin pemancang harus ditumpu
oleh dasar yang kuat. Hal ini bertujuan untuk menyalurkan beban pondasi ke
tanah keras, untuk menahan beban vertical, lateral, dan beban uplift.
Gambar 5. Mesin pemancang dengan
landasan kayu gelondongan (sumber : pembangunan pondasi tiang pancang jembatan
di Palembang , 2016).
2. Untuk
mencegah mencegah bahaya mesin pemancang harus diberi tali atau rantai
secukupnya
Gambar 6. Mesin pemancang dengan
kerek dan tali (sumber : pembangunan pondasi 1 tiang pancang jembatan
di Palembang , 2016).
1. Mesin
pemancang tidak boleh digunakan didekat jaringan listrik yang tidak diamankan
sebelumya. Hal ini dilakukan untuk menghindari dari bahaya robohnya jaringan
listrik yang ada disekitar lokasi pemancangan. Pada gambar 7 mesin pancang
sudah memenuhi syarat K3, akan tetapi pekerjanya yang tidak memenuhi syarat K3.
Pekerja ini tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu penutup telinga
yang berguna untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh
mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising. Terkadang efeknya
bersifat jangka panjang, bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup
telinga ini. Selain itu pekerja ini tidak menggunakan pakaian kerja, tidak
menggunakan sarung tangan melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam
selama menjalankan kegiatan pemancangan, tidak menggunakan kacamata kerja untuk
melidungi mata dari debu kayu, batu, atau serpih besi yang beterbangan di tiup
angin. Mengingat partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang
tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya mata perlu diberikan perlindungan.
Gambar 7. Instalasi alat pemancang
yang dekat dengan tiang listrik (sumber : pembangunan pondasi 2 tiang pancang jembatan
di Palembang , 2016).
1. Bila digunakam dua buah mesin pemancang maka jarak antara mesin-mesin
tersebut sekurang kurangnya sepanjang kakinya yang terpanjang.
2. Untuk mencapai lantai kerja dan roda
penggerak pada ujung atas harus berupa tangga yang memenuhi syarat keselamatan.
3. Tiang –tiang yang
dikerek dengan tali harus diangkat
sedemikian rupa sehingga tidak berputar-putar atau mengayun.
Gambar 8. Cara pengangkatan tiang pancang menggunakan kerek dengan tali
(sumber : pembangunan pondasi 2 tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).
7.
Bila tiang
sedang dibawa ke posisi pemancangan tidak boleh diarahkan dengan tangan tetapi harus dengan tali pengarah.
Gambar 9. Pekerja yang menggunakan tali pada saat pemancangan (sumber : pembangunan pondasi tiang pancang baja jembatan di Palembang , 2016).
Gambar 9. Pekerja yang menggunakan tali pada saat pemancangan (sumber : pembangunan pondasi tiang pancang baja jembatan di Palembang , 2016).
8.
Lantai kerja dan tempat kerja operator alat pemancang harus terlindung dari
cuaca.
Gambar 10. Lokasi kerja yang
harus terlindung dari cuaca (sumber : pembangunan pondasi 2 tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).
9.
Pada saat tidak digunakan palu mesin pemancang harus terkunci di bagian
bawah.
Gambar 11. Palu mesin
pemancang yang sudah terkunci saat tidak dioperasikan (sumber : pembangunan
pondasi 2 tiang pancang jembatan di
Palembang , 2016).
10. Tiang pancang harus tersusun rapi
Gambar 12. Tiang pancang yang
sudah tersusun dengan rapi dilokasi kerja (sumber : pembangunan pondasi 2 tiang
pancang jembatan di Palembang ,
2016).
11. Semua yang terlibat dalam pemancangan harus
mengunakan APD yang memenuhi Syarat.
Gambar 13. Pekerja yang menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur (sumber : pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di
Palembang , 2016).
Syarat-syarat khusus mesin pancang di air
1.
Bila mesin pancang digunakan di permukaan air maka harus dipatuhi persyaratan-persyaratan
khusus dan disiapkan sebuah motor boat yang dapat digunakan setiap saat dan
setiap pekerja diajarkan mengemudikan.
Gambar 13. Ponton yang digunakan
untuk mengangkat mesin pemancang tiang pancang (sumber : pembangunan pondasi
tiang pancang di dalam air pada
jembatan di Palembang , 2016)
2. Mesin pancang terapung harus dilengkapi sirine, peluit, tuter atau alat signal lainnya.
3. Mesin pancang terapung harus dilengkapi pemadam kebakaran.
4. Berat muatan harus didistribusikan dengan sama rata sehingga deck pelampung selalu horizontal.
5. Lambung dari mesin pancang harus terbagi-bagi menjadi bagian yang anti bocor.
6. Bagian-bagian antibocor harus diberi semacam bejana yang berhubungan untuk menghisap keluar air yang masuk.
7. Pintu-pintu lantai deck harus mempunyai penutup.
8. Lubang-lubang pada lantai deck harus diberi pagar atau pengaman.
9. Tangki bahan bakar dibawah deck harus ada lubang angina dan diberi alat pencegah api.
10. Untuk setiap tangki bahan bakar deck harus ada keran penyetop aliran yang dipasang dibatas deck.
11. Roda pengerak yang cukup harus dipasang pada deck untuk mengarahkan mesin pemancang dengan aman ke semua jurusan.
Gambar 14.(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
12. Kamar kemudi harus mempunyai pemandangan yang luas dan tidak terhalang
benda
2. Mesin pancang terapung harus dilengkapi sirine, peluit, tuter atau alat signal lainnya.
3. Mesin pancang terapung harus dilengkapi pemadam kebakaran.
4. Berat muatan harus didistribusikan dengan sama rata sehingga deck pelampung selalu horizontal.
5. Lambung dari mesin pancang harus terbagi-bagi menjadi bagian yang anti bocor.
6. Bagian-bagian antibocor harus diberi semacam bejana yang berhubungan untuk menghisap keluar air yang masuk.
7. Pintu-pintu lantai deck harus mempunyai penutup.
8. Lubang-lubang pada lantai deck harus diberi pagar atau pengaman.
9. Tangki bahan bakar dibawah deck harus ada lubang angina dan diberi alat pencegah api.
10. Untuk setiap tangki bahan bakar deck harus ada keran penyetop aliran yang dipasang dibatas deck.
11. Roda pengerak yang cukup harus dipasang pada deck untuk mengarahkan mesin pemancang dengan aman ke semua jurusan.
Gambar 14.(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
2.1.2. Alat Pelindung
Diri (APD)
Alat Pelindung Diri selanjutnya
disebut APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk
melindungi seluruh dan atau sebagian tubuh dari adanya kemungkinan potensi
bahaya dan kecelakaan kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia NomorPer.08/MEN/VII/2010).
1.
Pakaian Kerja
Tujuan
pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap pengaruh-pengaruh
yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan. Mengingat karakter lokasi
proyek konstruksi yang pada umumnya mencerminkan kondisi yang keras maka selayakya
pakaian kerja yang digunakan juga tidak sama dengan pakaian yang dikenakan oleh
karyawan yang bekerja di kantor. Perusahaan yang mengerti betul masalah ini umumnya
menyediakan sebanyak 3 pasang dalam setiap tahunnya.
Gambar
14. Pakaian kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil
Polsri, 2016).
2.
Sepatu Kerja
Sepatu kerja (safety shoes)
merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap pekerja konstruksi perlu memakai
sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa bebas berjalan dimana-mana tanpa
terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran dari bagian bawah.
Bagian muka sepatu harus cukup keras supaya kaki tidak terluka kalau tertimpa
benda dari atas.
Gambar
15. Sepatu kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil
Polsri, 2016).
3.
Kacamata Kerja
Kacamata
pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu kayu, batu, atau serpih besi
yang beterbangan di tiup angin. Mengingat partikel-partikel debu berukuran
sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya mata perlu
diberikan perlindungan.
Gambar
16. Kacamata kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik
Sipil Polsri, 2016).
4.
Sarung Tangan
Sarung tangan sangat diperlukan untuk
beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah
melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam
selama
menjalankan kegiatannya. Salah satu kegiatan yang memerlukan sarung tangan
adalah
mengangkat besi tulangan, kayu. Pekerjaan yang sifatnya berulang seperti
mendorong gerobak cor secara terus-menerus dapat mengakibatkan lecet pada
tangan
yang
bersentuhan dengan besi pada gerobak.
Gambar
17. Sarung tangan kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik
Sipil Polsri, 2016).
5.
Helm
Helm (helmet) sangat penting
digunakan sebagai pelindung kepala, dan sudah merupakan keharusan bagi setiap
pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai peraturan. Helm ini
digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari atas, misalnya
saja ada barang, baik peralatan atau material konstruksi yang jatuh dari atas.
Memang, sering kita lihat kedisiplinan para pekerja untuk menggunakannya masih
rendah yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri.
Gambar
18. Helm Kerja kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik
Sipil Polsri, 2016).
6.
Sabuk Pengaman
Sudah selayaknya bagi pekerja yang
melaksanakan kegiatannya pada ketinggian tertentu atau pada posisi yang
membahayakan wajib mengenakan tali pengaman atau safety belt. Fungsi
utama tali pengaman ini adalah menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja
pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada bangunan
tower.
7.
Penutup Telinga
Alat ini digunakan untuk melindungi telinga
dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang
cukup keras dan bising. Terkadang efeknya buat jangka panjang, bila setiap hari
mendengar suara bising tanpa penutup telinga ini.
Gambar
19. Penutup Telinga yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik
Sipil Polsri, 2016).
8.
Masker
Pelidung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk
pekerja konstruksi mengingat kondisi lokasi proyek itu sediri. Berbagai
material konstruksi berukuran besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa
dari suatu kegiatan, misalnya serbuk kayu sisa dari kegiatan memotong,
mengamplas, mengerut kayu.
Gambar
20. Masker yang digunakan pekerja
(sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri, 2016).
9.
P3K
Apabila
terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada pekerja
konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek. Untuk
itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan untuk
pertolongan pertama. Demikianlah peralatan standar K3 di proyek yang memang
harus ada dan disediakan oleh kontraktor dan harusnya sudah menjadi kewajiban.
Tindakan preventif
jauh lebih baik untuk mengurangi
resiko kecelakaan.
Gambar
21. P3K yang digunakan pekerja jika terjadi kecelakaan kerja (sumber : Bengkel
Terbuka Teknik Sipil Polsri, 2016).
2.1.3
Contoh Pemancangan Tiang Pancang yang Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dan Tidak Menggunakan ALat Pelindung Diri (APD).
Pada
Gambar 22 terlihat bahwa para pekerja tetap saja yang memakai Alat Pelindung
Diri (APD) dengan benar, sedangkan pekerja harian tidak memakai Alat Pelindung
Diri (APD) sama sekali dalam bekerja. Seharusnya pekerja harian itu diberi Alat
Pelindung Diri (APD) juga untuk melindungi dirinya dari bahaya-bahaya pada saat
pemancangan tiang pancang.
Gambar
22. Pekerja tetap saja yang memakai APD sedangkan pekerjaan harian tidak
memakai APD
2.1.4 Video Pemancangan Tiang Pancang
2.1.4 Video Pemancangan Tiang Pancang
Pengelasan Tiang Pancang
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
Pemasangan Tulangan
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
Pengecoran
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
Pemasangan Tulangan
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang
aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan
atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak
saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Pada dasarnya UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan
teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi berjalan teratur
dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua
pihak. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam
melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
Dan dari hasil survey penulis (Seria dan
Anazthasya, 2016) menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang mundukung akan pentingnya pemakaian Alat
Pelindung Diri (APD) pada waktu melakukan pemancangan tiang pancang.
3.2. Saran
Setelah melakukan
survey dapat disarankan :
1. Bagi
Dinas Kesehatan perlu meningkatkan pemantauan, penyuluhan, dan pembinaan
keselamatan dan kesehatan tenaga pengelas mengenai pentingnya pemakaian Alat
Pelindung Diri (APD) pada saat pemancangan tiang pancang.
2. Setiap perusahaan diharapkan untuk menerapkan Sistem
Manajemen K3 bagi para pekerjanya dan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD)
dalam pemancangan tiang pancang.
DAFTAR PUSTAKA
Z. Syaaf Ridwan. 2007. Occupational
Health And Safety Behaviour dalam Modul Kuliah. Departemen K3 FKM Universitas
Indonesia. Depok.
Silalahi, Bennet N.B
[dan] Silalahi, Rumondang. 1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pustaka Binaman Pressindo.
Leon C. Megginson. 1981.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Bandung. Penerbit Refika Aditama.
Purnama, Hadi. 2010. http://hadipurnama.wordpress.com/2010/01/22/Kesehatan-dan-Keselamatan-Kerja-Lingkungan-Hidup.
PT. LAUTAN BIRU PASIFIK
BalasHapusInternational Freight Forwarder, Sea & Air Cargo Services, Undername Consignee, Door to door Service, Export - Import
Dengan Hormat,Perkenalkan kami dari PT.LAUTAN BIRU PASIFIK, Merupakan Perusahaan International Freight Forwarder, yang melayani pengiriman barang Import & Domestics dari suruluh negara Asia dan Eropa.
Produk - Produk Jasa Yang kami tawarkan sbb :
International Sea and Air Freight Forwarders
- Customs Clearance Resmi
- Borongan ( All-In )
- Ex-work - langsung
- Door To door service & via by air & by sea
- Undername & borongan all-In
- Sewa undername
- Domestics & Logistics
Wilayah Kerja : Kami melayani pengurusan Customs dan Service kami melalui :
- Port tanjung Priok : Jakarta
- Port tanjung Perak : Surabaya
- Port tanjung Emas : Semarang
- Port tanjung Panjang : Lampung
- Port Belawan : Medan
Untuk borongan undername ( ALL-IN ) kami menerima segala jenis komodity barang, diantaranya sebagai berikut :
Mesin baru / Mesin second, Tekstil, Electronic, Chemicals, Alat Berat, Pompa Air, Besi,Plat,Baja, Garment, Alkes, Electronik, Spare Parts dan barang - barang umum lainya.....
Adapun untuk biaya pengurusan Barang import borongan dapat kami talangi terlebih dahulu dan setelah barang keluar dari pabean / Surat Perintah Pengeluaran Barang ( SPPB ) baru dilakukan Pembayaran ke pihak kami sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Jika ada yang mau dipertanyakan jangan segan-segan untuk menghubungi kami.
Demikianlah penawaran ini kami ajukan, besar harapan kami bisa terjalin kerja sama yang baik dengan perusahaan Bapak/Ibu, dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih
BEST REGARDS,
S U D I R M A N
Mobile : 0852 1111 6848
Whatsapp : 0852 1111 6848
E-Mail : dirman.import@gmail.com
PT. LAUTAN BIRU PASIFIK
Head Office : Graha EMRE, Lt. 4 Room 205
Jl. Raya Pondok Gede No.37 - Jakarta Timur 13560 Indonesia
Phone : +6221- 8095762
Mobile : 0852 1111 6848
E-mail : lautanbirupasifik@gmail.com